Friday, October 29, 2004

Temanku di TNI

Waktu SMP, saya gak punya keinginan sama sekali menjadi tentara, walau yang namanya jaman SMP suka maen pramuka pramukaan mpe ke cibubur segala, ga ada tuh perasaan pengen jadi aparat. Padahal jaman masi ingusan dulu di kampung saya di Cirebon yang namanya pramuka tuh maen tampar-tamparan bahkan tendang-tendangan segala

Segalanya berubah ketika saya masuk TN, saya yang kalo baris biasanya deret2 paling belakang ini mulai mencintai dunia militer. Waktu kelas 1 ngebet banget pengen masuk marinir, entah pertimbangannya apa yang jelas, sepertinya keren sekali kalo diruang bersama cerita-cerita kalo pengen jadi Catar. "Mau jadi apa nanti bang?", " "jadi Catar de" wah bangga sekali rasanya bisa njawab seperti itu.

Kemudian naik kelas 2 mulai menjumpai realita, nilai-nilai pelajaran yang menurut skala di kelas tergolong kaum tertindas semakin memperkuat cita-cita menjadi aparat, wah ntar kalo da jadi letnan dua khan enak, ga perlu blajar yang aneh-aneh lagi. Trus seneng banget bakal punya anak buah, berjuang demi bangsa dsb dkk. Perasaan ini makin besar ketika melihat rekan-rekan calon 'sipil' yang cenderung ga tertib, males
olahraga dll. Jawabnya enteng aja, "lha aset sipil terpenting itu otak pak, kita khan ga perlu olahraga yang berat-berat, kaya catar aja"

Kemudian menginjak kelas tiga, ketika mulai ada 'diskriminasi' yang datangnya dari pihak sekolah, seperti jadwal tertentu untuk berenang dikolam, atau lari ekstra boulevard, maupun yang datangnya dari panggilan hati. "wah minggu-minggu begini harus lari-lari, ini demi masa depan'. Waktu itu semangat yang saya rasakan begitu besar, seakan semua beban berat tidak terasa, lari-lari keliling kampus juga terasa ringan. Walaupun ada sisi jeleknya juga, "eh ini jam 22.00 malem, ayo tidur, catar kan ga boleh cape-cape"

Singkatnya, setelah melewati berbagai seleksi yang melelahkan, bahkan tinggal 1 kali lagi di tingkat pusat. Saya dinyatakan 'under qualification', sedih sekali rasanya waktu itu, Kebetulan saya mengambil di matra polisi. Harapan dan cita-cita bergabung menjadi TNI hilang.

Kemudian saya mulai masuk dunia kuliah, dunia pencerahan, liberal! lepas dari semua sistem yang mengikat. Akhirnya saya menemukan pembenaran diri, saya mencari justifikasi terhadap takdir yang saya terima. Dengan satu kesimpulan: Memang sejak dulu saya ini tidak cocok didunia militer yang keras, saya lebih cocok didunia sipil, dulu di TN pengen jadi militer karena teman main saya, kakak kelas saya, orang-orang terdekat dengan saya memang pingin jadi militer..wajarlah kalo begitu. Dan waktu itu saya sampai pada satu kesimpulan, Alhamdulilah sipil jelas lebih baik dari Militer! sial sekali teman-teman saya yang dulu masuk militer. Pikiran mereka terkungkung

Sampai akhirnya kini...setelah sekian lama berpisah dengan teman2 saya yang kini sudah letnan dua TNI dan bertugas di Kalimantan, Papua, hingga Aceh. Akhirnya saya berjumpa lagi dengan bbrp teman saya, diskusi dengan mereka yang gajinya 'cuman' 700rb + lauk pauk 600rb. Tapi ternyata kesimpulan saya saat kuliah tidak sepenuhnya benar. Saya tetap menjumpai wajah rekan2 saya di militer yang ternyata jauh lebih
ceria dari pada wajah rekan-rekan yang di Sipil, walau tidak dipungkiri ada bbrp yang depresi.

Ketika ditanya bahwa kerja mereka ini merupakan bentuk pengabdian, pada nusa bangsa dan agama, (Mungkin agak sucks dan berlebihan ya). Ketika mereka cerita bagaimana masyarakat didaerah begitu respek dengan kehadirannya. Bisa memberi pengajian bagi warga-warga kampung, bisa berbagi...Saya sangat iri... saya iri dengan teman-teman saya disana...atau saya yang terlalu berempati.

Anjar Priandoyo*)
~entah mengapa, sangat salut dan respek dengan saudara-saudaranya di Militer~

* Penulis alumni TN8 yang sangat bersemangat menjumpai dunia barunya ditengah-tengah kehangatan persaudaran yang selalu dinanti-nantikannya. Meskipun saat ini menjumpai banyak kebimbangan dan keragu-raguan tetapi dia selalu berusaha dan bersemangat untuk bertahan dan terus belajar. Tolong beri sedikit nasihat pada dia agar dia bisa lebih mengenal dirinya, dunianya dan apa yang dihadapinya

Thursday, October 28, 2004

lowongan PNS

Bulan-bulan oktober-november adalah bulan dimana marak lowongan untuk PNS, berikut ini adalah contoh-contoh dimana ilmu komputer bisa mengambil posisi. Tren tahun ini ditandai dengan bbrp lamaran yang mengharuskan pelamar datang sendiri menyerahkan berkas lamarannya. Dan juga ada bbrp departemen yang 'sengaja' mengambil waktu test bentrok dengan departemen yang lainnya.

Disamping lowongan untuk kantor pusat seperti terlampir dibawah, ada juga bbrp lowongan dari Pemda setempat seperti di Sleman, di Cirebon dan mungkin di banyak kota lain. Buat ikomers hal ini tentulah hal yang menggembirakan dan tentunya harus menyadarkan kita bahwa jumlah sarjana informatika saat ini sangatlah banyak, sehingga persaingan menjadi hal yang tidak mungkin dihindari.

Barangkali ada yang tertarik? atau ada yang punya komentar bagaimana nasib PNS? yang saya lihat di bbrp diskusi milis ternyata PNS memberikan remunerasi yang menjanjikan, disamping minimum risk n long time steady working. Any comment

www.tenaga-kesehatan.or.id
www.bpk.go.id
www.dephut.go.id.
BAKOSURTANAL
BATAN
DESDM
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
www.depsos.go.id.
www.bpkp.go.id

Selamat Jalan Pa Heri

Kenangan terakhir saya bersama pa Heri adalah saat 'Dialog Dosen Mahasiswa Ilmu Komputer' Kamis 23 Oktober 2004 di A1.07 FMIPA. Waktu itu beliau diamanahi menyampaikan penjelasan tentang prodi Ilmu Komputer.

Kami yang hadir diruangan itu cukup terkejut dengan kondisi pa Heri yang sedikit terganggu pita suaranya. Walaupun demikian pa Heri malah tetap 'memaksakan' diri menyampaikan materi dengan joke-joke khasnya. Saya masih ingat ketika dia bilang 'saya sudah bbrp hari ini gak bisa ngomong dengan jelas...tapi kalau makan..masih terus..' yang disambut gerrr suara mahasiswa yang hadir diruangan itu dengan terbahak-bahak.

pa Heri adalah sosok yang bertanggung jawab dan dekat dengan mahasiswa. Meski kita semua umumnya mengenal temperamen beliau yang cukup keras saat mengajar dikampus, tapi diluar itu beliau adalah sosok yang ramah dengan mahasiswa, terutama yang pernah maen kerumahnya dan menemukan sosok ini luar biasa ramah.

Dan ketika tadi malam saya menerima SMS dari bbrp rekan ikom perihal pa Heri...seakan tidak percaya. Sosok yang kita banggakan ini telah pergi mendahului kita. Selamat jalan pa Heri...semoga amal ibadah diterima disisi-Nya

Monday, October 18, 2004

Jalan-jalan di Jakarta

Sebagai warga baru di Jakarta, saya mengagendakan hari sabtu dan minggu untuk jalan-jalan. Acara jalan-jalan ini sangat penting karena meskipun di Jakarta, saya gak bisa kemana-mana, lha wong ke kantor aja jalan kaki. Jadi biar ga kuper n tetep gaul dan mengingat pesan Pa Sadja Mulyaredja (CMIIW) bahwa radius 5 km harus dikuasai untuk pembinaaan teritorial, insyaAllah jalan-jalan ini menjadi agenda rutin.

Sabtu kemarin saya pergi ke Mal Kelapa Gading, kebetulan temen-temen kost yang rata-rata pekerja pabrik itu pengen banget maen kesana. Mal itu juga ga terlalu jauh karena cukup naik Mikrolet sekali dan sampailah di lokasi yang ajaib sekali buat saya. Sekalian ngabuburit gitu hohohoh, kok di mall yah :(

Buat saya Mal Kelapa Gading tuh megah banget, bandingkan dengan malioboro mall di Jogja yang 'semrawut' dan konon tidak punya pintu darurat, kalau kebakaran sudahlah gak tau gimana nasibnya. Tapi yang membuat saya lebih terbengong-bengong lagi adalah melihat komoditas yang diperdagangkan, dari BMW seri 5 hingga benda-benda ajaib yang baru saya lihat disana.

Dan yang makin bikin heran kota yang penduduknya 11 juta ini konon punya Mall banyak sekali, saya baru bertualang di Mal Kelapa Gading aja sudah terperangah, bagaimana dengan mal yang lain, di Jogja saja yang penduduknya kurang lebih 3 juta mal hanya 2 buah n bioskop 21 ga ada sama sekali. Ternyata Jakarta tuh luar biasa sekali ya. Jadi kontras dengan lokasi kost saya

Rencananya besok sabtu minggu saya pengen jalan-jalan lagi, mungkin ada referensi tempat-tempat mana yang sebaiknya bisa saya kunjungi? Kalau bisa yang satu kali naik bis biar murah. Trus ndak bayar, itu yang paling penting. Kalau di Jogja sendiri, saya suka maen ke benteng Vrederburg liat pameran lukisan atau seni rupa, dan enaknya ini gratis. Kalau konser atau pagelaran yang mbayar saya malah ndak tertarik.

Anjar Priandoyo
~Sedang seneng-senengnya jalan-jalan di Jakarta~

Thursday, October 14, 2004

Post power syndrom

Akhir-akhir ini dimilis ikom 2000, banyak posting tentang pendadaran dan berbagai romantika seputar itu. semisal seorang rekan 2000 yang posting bahwa ada perasaan aneh selepas lulus ujian pendadaran. konon rasanya plong bebas dari skripsi ini tapi juga ada rasa takut2 untuk maju ke depan.

Dalam kerangka yang lebih umum, seorang aktivis mahasiswa bisa seorang ketua himakom, ketua panitia atau ketua departement dalam unit kegiatan mahasiswa sering kali mengalami perasaan aneh ini paska kegiatan berorganisasinya.

Kok rasanya aneh yah, setelah nganggur ga ada aktivitas dikampus...jadi hambar begitu penuturan seorang rekan. Atau akhirnya bisa bebas, dari semua ini...tapi kok tetep ga tenang yah dan bermacam komentar lain yang justru kontradiktif dengan keadaaan yang ada. Harusnya kita happy khan, kok malah jadi tegang gini

Ada bbrp skenario yang mungkin terjadi sehubungan dengan hal ini:
1. Kita memang bener2 sekuat tenaga untuk melewati hal ini, bisa skripsi atau amanah yang kita emban. Dan ternyata setelah kita menyelesaikannya orang tidak memberikan pengakuan apa-apa yang terukur. Orang hanya mengucapakan selamat ya udah skripsi. Tanpa mau perduli lebih jauh dengan apa yang kita kerjakan.

2. Kita memang sudah letih, karena semua energi kita sudah dicurahkan untuk ini, dan memang kita
tidak begitu perduli dengan komentar orang lain. Mungkin yang terjadi adalah ketidak singkronan antara tubuh kita dan perasaan kita. Tubuh dan otak kita sudah letih namun perasaan kita menolak untuk itu karena kita sadar ada tantangan yang jauh lebih berat didepan. Akibatnya muncul perasaan aneh dari bawah sadar itu.

dan mungkin ada bbrp skenario lain yang bisa dijelaskan.

yang ingin saya sharing disini, perasaan aneh dan ga enak ini adalah sesuatu yang wajar terjadi. Dan tentunya bisa negatif kalau tidak ditindak lanjuti, beberapa orang yang memang sudah overload mungkin butuh liburan, kalau yang dibutuhkan penghargaan mungkin dia perlu curhat, kalau yang dia perlukan tantangan maka dia perlu mencari tantangan baru.

Dan akhirnya dengan sedikit nada sombong :) mungkin orang lain akan menganggap remeh sesuatu atau apapun yang telah kita kerjakan, tapi jangan salah, banyak juga orang yang diam-diam terkagum-kagum dengan apa yang telah kita lakukan. So tetap bersemangat dalam berkarya. Sukses untuk yang sudah pendadaran n welcome to the world!

Friday, October 08, 2004

man on top

Kalau saya lihat temen-temen yang di militer, kelihatannya jalan hidupnya lurus-lurus aja, minimal pangkat letkol/kolonel pasti dapet, selebihnya tergantung kerja keras. Dan tentunya tidak melupakan skenario dari Yang diatas. Buat saya militer menawarkan kesempatan dan jenjang karir yang lebih jelas, walaupun hal ini dibayar dengan resiko 'nyawa' dan 'belengu' sistem.

Dan juga cukup jelas terlihat peta karir seperti kecabangan Infantri, kesatuan Kostrad/Kopassus, Kodam Brawijaya/Jaya yang merupakan step-step yang lebih memungkinkan karir lebih baik. Walaupun tidak menutup kemungkinan
orang zeni seperti Try Sutrisno untuk stay on top.

Lalu bagaimana dengan sipil? yang saya pernah dengar, sebagian besar top management astra memulai karirnya sebagai account executive/sales, jelas karena core-nya juga trading. Dan untuk perbankan start di marketing merupakan start yang baik untuk menuju top level.

Saya percaya bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur, tapi saya juga melihat banyak skenario di dunia industri yang membuat orang-orang ga berkembang. Misalnya karyawan yang bekerja di line yang rata-rata STM hingga kapanpun dia tidak akan bisa naik pangkat, pun misalnya dia mengambil S1, kecuali dia keluar dulu dan mencoba masuk kembali dengan bekal S1nya

Atau dalam level staf misalnya, staff Produksi, IT, Finance, HR adalah starting point yang kurang baik dibandingkan dengan orang sales/marketing yang profit making, bandingkan dengan orang IT yang cost center.

Saya pernah KP di kantor pusat BRI, waktu itu ada pergantian manager IT, perkiraan saya yang jadi manager IT adalah orang IT yang merangkak dari bawah, tapi ternyata tidak. Yang jadi manager IT justru dari banker dengan pertimbangan di pernah berpengalaman di berbagai kantor cabang sehingga lebih menguasai persoalan dilapangan. brarti orang IT kan stay on ground?

Begini, kalau saya bermimpi jadi man on top, jadi CEO misalnya, sebenarnya jalur manakah yang harus saya ambil, Saya kira latar belakang pendidikan tidaklah terlalu penting dibanding kesungguhan seseorang untuk belajar pada industrinya. Dan jalur karir seperti apakah yang memberi banyak kesempatan bagi kita untuk berkembang?

Catatan:
Pertanyaan ini bisa bubar kalau disanggah dengan, ya udah buka aja bisnis sendiri. Saya ingin mencoba menyelami jalan pikiran orang-orang yang fight dari bawah untuk bisa stay on top dalam management perusahaan raksasa misalnya.

Anjar Priandoyo
~sedang mencoba memahami dunia barunya~

Thursday, October 07, 2004

Tips perjalanan Jogja Jakarta

Mendapat panggilan test kerja/wawancara dari Jakarta adalah hal yang tidak bisa dihindari untuk job seeker dari jogja. Menyikapi hal-hal ini memang gampang-gampang sulit karena seringkali kita blank sama sekali tentang lokasi perusahaan dan dimana kita bisa tinggal, terkecuali ada saudara / tebengan lain.

Ada beberapa tips yang bisa dilakukan:
1. Usahakan untuk mengulur waktu yang tepat, biasanya perusahaan akan meminta waktu test yang tidak terduga-duga. kalau kita dihubungi via telepon, ajukan tanggal yang tepat, mungkin bisa dengan alasan jogja cukup jauh, atau alasan yang lain. Pintar2 lah negoisasi, pengalaman biasanya jobseeker terlalu bahagia mendapat panggilan sehingga telp, alamat dan informasi penting lainnya malah terlupakan.

2. Pastikan kita mengetahui lokasi test dengan tepat:
Bisa di liat di www.cybermap.co.id yang bisa search hingga nama gedung, atau liat peta Gunther W. Holtrof yang juga sangat lengkap.

3. Transportasi yang efektif
Ada beberapa skenario perjalanan yang bisa dilakukan, namun kelihatannya yang paling aman adalah kereta. Namun kelemahannya adalah jadwalnya yang sudah pasti. Ini skenario pertama:

I. Kalau kita diminta test pada hari selasa, maka berangkatlah dari Jogja hari senin sore, bisa menggunakan kreta api Progo sekitar 34.000, brangkat 17.00 dan sampai skitar 04.00 di Stasiun Senen. Senen terletak di Jakarta Pusat sehingga cukup mudah untuk pergi keberbagai lokasi lain. Kalau punya duit silahkan naik bisnis.

Sesampai distasiun senen kita bisa sholat, istirahat (tidur), mandi dan kemudian 05.30 bisa dilanjutkan perjalanan ke tempat test, alokasikan waktu sekitar 2 jam untuk perjalanan. Pengalaman penulis test umumnya dimulai pukul 9.00 dan ternyata sejak pukul 07.00 sudah banyak jobseeker yang menunggu.

Selesai test, paling sore sekitar 15.00 kita bisa langsung pulang ke stasiun senen lagi, dan menunggu kreta Progo yang datang pukul 21.00, Namun disarankan untuk naik kreta bisnis dengan pertimbangan berangkat lebih cepat 20.00 dan sampai juga lebih cepat.

Dengan ini kita sama sekali tidak perlu menginap di Jakarta. Namun perlu diingat bahwa saat itu kondisi kita sangat lelah, sehingga resiko semakin tinggi, kehilangan HP, kecopetan adalah sangat mungkin terjadi. Tapi jangan lupa juga, panggilan test kerja bisa lebih dari 2-3 kali, so latihan adalah kunci keberhasilan.

II. Jikalau lokasi test ternyata lebih dekat ditempuh dari stasiun Jatinegara, maka turunlah distasiun ini dan untuk mandi bisa dilakukan di Pasar Jatinegara karena kamar mandi stasiun kurang representatif.

III. Dalam kasus sangat khusus, dimana panggilan pada waktu sore hari maka alternatif lain adalah menggunakan bis dan lompat-lompat. Jogja-Purwokerto-Tegal-Cirebon-Jakarta adalah jalur yang mungkin ditempuh.

4. Bawalah barang seefektif mungkin.
Berangkatlah dengan menggunakan sandal jepit dan sepatu didalam tas, karena perjalanan 11 jam di Kereta api pasti membuat anda stress, belum lagi bayangan test yang akan dihadapi besok, sandal, kaos kaki, dan jaket bisa meredam stress anda, melindungi dari dingin, dan memberi rasa relax.

Gunakan celana jeans/tebal lainnya, dan simpan satu celana kain dalam tas anda. Karena celana tebal bisa melindungi anda dari silet dan tangan jahil copet. Dan jangan lupa bawa baju cadangan.

Intinya bawalah barang seringkas dan seefektif mungkin dan ini berpulang pada kebiasaaan kita masing-masing, kalau da yang merasa perlu membawa roti ya bawa roti, handuk, alat mandi dll.

5. Buat diri senyaman mungkin,
Kalau perlu titipkan tas yang berisi baju dan peralatan kita dengan satpam, dan berangkatlah ketempat test dengan percaya diri :) Semoga sukses

Anjar Priandoyo
~Sorry kalo udah pernah baca~

Kiat mencari makanan murah

Bagi yang pernah bekerja di pabrik atau di kompleks sekitar pabrik pemandangan karyawan yang membeli makanan pada pagi atau siang hari adalah hal yang biasa. Begitu juga dengan saya sewaktu mengawali kerja di suatu kompleks pabrik di utara jakarta.

Di sekitar pabrik nampak berjejer penjual nasi kuning mungkin disatu jalur jalan yang saya lewati saja bisa terdapat 5-6 penjual nasi, dan ini menjadi jumlah yang cukup besar mengingat dikompleks ini terdapat bbrp jalur utama.

Sebetulnya penampilan saya tidak jauh berbeda dibandingkan karyawan yang lain, hanya saja saya mengenakan kemeja bebas, sepatu semi kulit dan membawa tas jinjing. Sedangkan karyawan perusahaan umumnya mengenakan seragam biru-biru, Mungkin sekilas seperti eksekutif muda, padahal kondisi kantong tidak seperti itu.

Mulanya saya tertarik dengan sebuah warung karena warung itu sekilas kecil dan tidak terlalu ramai, hari pertama ketika saya membeli diwarung itu ibu penjual menyebut bilangan tertentu untuk nasi kuning yang saya makan dan menurut saya itu cukup murah.

Esoknya saya kembali dan ternyata ibu itu menyebut harga yang jauh lebih murah dari yang kemarin dengan service yang ajaib juga sangat baik. Hal ini membuat saya cukup heran kenapa bisa seperti itu,

Selidik punya selidik ternyata saya memang mendapatkan harga special karena saya dijadikan icon warung ibu itu. Ibu penjual itu berpikir dengan memberi harga murah pada saya maka saya akan terus datang kewarung ini, dan mungkin pikirnya reaksi orang yang melihat warung kecil ibu ini didatangi orang berpakaian perlente akan lebih laris. Ilmu marketing ternyata berlaku dimana saja.

Anjar Priandoyo
[Edisi dongeng dari Jakarta]

Wednesday, October 06, 2004

dongeng tentang jakarta I

Jakarta adalah kota impian dan harapan, konon ini yang menyebabkan banyak orang nekad datang kekota ini dengan segala keterbatasan yang dibawanya, Aku pengen mendongeng sedikit tentang kota yang oleh sebagian orang dipandang
tidak ramah.

Kesempatan pertamaku kenal Jakarta ialah saat KP di Kanpus BRI, itu di Sudirman salah satu CBD (Center Business District) di Jakarta disamping Kuningan dan (lupa pokoknya segitiga emas gitu). Bayangan biaya hidup yang
tinggi sedikit banyak terhapus saat mulai makan di Benhil (bendungan hilir) dan bbrp lokasi di belakang Sudirman,

Gengsi dan prestige bisa bekerja ditempat yang 'keren' harus dibayar juga dengan biaya kost dkk yang rata-rata berkisar >400rb dan makanan layak sekitar 7000an walau bisa lah dapet Mie Ayam 4000an. Waktu itu aku mengkalkulasi hampir 1 juta perbulan untuk biaya hidup (400 kost + 600 makan)

Saat ini aku tinggal di Sunter, konon termasuk salah satu wilayah paling keras di Jakarta, entah apakah karena wilayah industri, lokasinya di Tanjung Priok, rawan banjir dan kriminal, atau karena Penjaringan sering masuk tayangan kriminal siang di televisi.

Tapi kenyataan yang terjadi tidak semenakutkan bayangan sebelumnya, di Sunter yang kebetulan kawasan industri manufactur ini, menemukan menu sarapan pagi nasi kuning + telor + tahu cuman 2000-3000 rupiah adalah hal biasa. Bandingkan dengan di Jogja yang kalau sudah di Jakal bisa >3000. Makan siang 4000-5000an juga mudah ditemui di banyak tempat. dan kost 150.000-200.000 juga adalah hal biasa, walau dengan konsekuensi nyamuk+banjir, (tapi di astra, thanks karena mereka nyogok pintu air
sehingga banjir bisa dialihkan). So bener2 harga bisa kita tekan. Bayangkan mungkin ini hanya salah satu dari sedikit lokasi di Jakarta, dimana ojek sepeda masih efektif berjalan.

Maksud tulisan saya apa, benarlah kalau ada rekan saya di Jogja yang berasumsi bahwa standar living kost di Jakarta at least 3 x dari YK. tapi bukan berarti kita ga' bisa survive dengan gaji yang ga jauh beda dibandingkan gaji di YK. Dan untuk masalah uang, kita tidak akan pernah cukup, semakin tinggi penghasilan kita konon kebutuhan kita akan semakin
besar, jadi ini adalah art untuk saving, art untuk menghemat.

Anjar Priandoyo
~Teringat ilustrasi dari mas Endro Ikomp 89, yang mengutip kisah seorang sopir bajaj yang penghasilannya 45.000 dan menyimpan 40.000 itu tabungan. Kini sopir bajaj tersebut memiliki 30 bajaj dan 1 mercedes dirumahnya~
:::masalahnya bukan bagaimana mencari uang, tapi bagaimana menyimpannya:::