Monday, September 27, 2004

Jakarta day one!

Siapa suruh datang Jakarta...
Siapa suruh datang Jakarta...
...

Day One
Hidup adalah perjuangan tiada henti! hari ini diawali dengan peluh keringat deras sewaktu berkeliling disekitar Sunter mencari kost. Dan merupakan hari yang menakjubkan saat mendengar dan menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri orang yang struggle dan fight dengan lingkungan yang keras.

Jelas beda, saat mengingat tulisan Oreng Madure yang terkenal sebagai bangsa nelayan yang hidup demikian keras. Maju menerjang gelombang tanpa ada suatu kepastian! dan begitulah kira-kira yang aku temui saat mencari kost, orang dari Cilacap, Purwokerto, Cirebon mereka adalah orang-orang yang berani fight dan tidak cengeng.

Malu rasanya, aku sebagai seorang sarjana yang justru mempunyai kesempatan yang jauh lebih baik dari mereka, namun dengan mental yang jauh lebih rendah. Semoga perjalanan ini memberikan banyak arti.

Wednesday, September 22, 2004

a new hope

InsyaAllah, beberapa hari ini aku akan meninggalkan kota ini, Yogyakarta yang telah meninggalkan banyak kenangan selama 4 tahun dengan semua tangis dan tawa bahagia. entah mengapa saat ini ada banyak bayangan apa yang bisa dikerjakan esok hari di Jakarta-Cirebon.

Pengennya aku punya second income dari jualan kain, beras, sembako atau apapun yang bisa kukerjain sabtu-minggu misalnya senggang dari Jakarta, atau aku pengen belajar bahasa lebih lanjut.

Thursday, September 16, 2004

Tips aman di kreta api

job seeker mind part II
Bepergian ke Jakarta terlebih untuk mencari kerja adalah suatu kewajiban yang sulit dihindari terutama bagi fresh graduate. Begitupun penulis mau tidak mau harus menjalani semua 'penderitaan' diatas.

Sebenarnya penulis telah melakukan estimasi kasar mengenai waktu pemberangkatan yang ideal ke Jakarta. Misalnya Selasa kemarin, 14 september penulis berangkat menggunakan kreta Progo (Lempuyangan-Pasar Senen) dengan tarif 38.000, kreta berangkat ontime 17.15 dan singkat cerita sampai di pasar senen 04.15 dini hari, jadi kalau diambil average sekitar 11 jam perjalanan yang menyenangkan dengan banyak direct sales menjual barang-barang dari mainan anak sampai elektronik.

Sampai di Senen, penulis nyantai sejenak sambil menunggu adzan subuh, setelah sholat subuh penulis lalu berkemas, mandi dsb di WC umum...mmmm bersih kok, cuman kita harus bayar sekitar 2000, so stelah berpenat-penat di kreta kita bisa bener2 clean and cool :P

05.30 Penulis mulai meninggalkan stasiun senen menuju atrium untuk mempersiapkan perjalanan berikutnya. Berdasarkan pengalaman sebelumnya baik ke Wisma Asia BCA di Slipi maupun perjalanan kemarin ke Gedung AMDI Kompleks Astra Sunter, penulis bisa sampai di lokasi sekitar 07.00 sehingga masih ada keluangan sekitar 1 jam untuk mempersiapkan diri lagi.

Biasanya acara seleksi dan wawancara akan selesai pukul 15.00 atau kurang, sehingga ada waktu luang mungkin sekitar 2-3 jam sebelum mengambil tiket kreta di Stasiun Senen. Dalam kasus kmarin penulis terpaksa menunggu sekitar 6 jam di Senen.

Perjalan kmarin rabu, dimulai 21.15 hingga 08.00 sampai di lempuyangan, dan setelah penulis review kembali, perjalanan ini memang sangat beresiko, saat itu kita sangat lelah karena hampir 2 hari tidak tidur dengan kondisi tubuh stress berat.

Kmarin sekitar pukul 02.00-04.00 Handphone penulis hilang....
cape, aku terusin ga ya? bayangpun aku baru pulang dari kreta langsung ke SIC, padahal banyak banget yang mau ditulis, tunggu yah aku mau crita ttg:
1. Si Gay yang menyebalkan
2. Kenapa HP bisa hilang
3. Kontrak kerja di Astra

Sunday, September 05, 2004

A sunday reflection in SIC

Refleksi...dengan segala kepenatan persoalan keseharian yang luarbiasa kompleks dan mendebarkan. Minggu ini diisi berbagai 'ketegangan' selama test MDPBCA di Slipi, hingga persoalan keruwetan dikamar kost yang diisi berdua dengan Aji. Ketidakpastian hidup yang mulai terpola dimana hampir 1/3 hidupku harus dihabiskan diruangan ber-AC dikampus.

Disela-sela kemonotonan hidup yang 'menyebalkan' ada sisi lain dari indahnya seni, cinta yang mulai menunjukkan aliran nadinya. Mungkin Kompas minggu yang mulanya kubeli untuk mencari lowongan pekerjaan memberikan dampak yang luar biasa dari sesi kehidupan dengan cerpen, uraian seni, hingga persoalan psikologis dari tiap orang yang beragam setiap minggunya.

Tiba-tiba inspirasi, kesempatan dan cinta menjadi kata-kata yang penting dan penuh dengan jiwa dan kedalaman yang misterius. Mungkinkah jatuh cinta lagi dalam format yang berbeda, jatuh cinta dengan kehidupan? Mari belajar berharap dan selalu menyakini setiap derap yang kita lalui!

Friday, September 03, 2004

Job seeker mind - I

Mulai awal september ini, hampir semua blog saya diwarnai dengan dunia kerja, mencari, mendapatkan koneksi, membangun kepercayaan, hingga petualanan nekad dibelakangnya, biar ga bingung saya kasi kode romawi

Adalah impian hampir setiap graduated dari universitas bisa bekerja di perusahaan multinasional dengan gaji 8 digit/month yang memberikan track karir yang jelas, kesempatan untuk berkembang hingga jaminan masadepan yang menggiurkan.

Begitu juga dengan saya yang hari-hari belakangan ini disibukkan dengan browsing keberbagai MNC besar didunia maupun reputable company di Indonesia lainnya. Mencari bagaimana bisa berkarir diperusahaan tersebut.

Karena internet sendiri adalah media informasi yang luar biasa, mau tidak mau banyak informasi lain yang saya dapatkan. Dan ternyata banyak informasi yang menggelitik yang saya dapatkan antara lain pada sekitarkita.com yang menggambarkan betapa kuatnya MNC dibandingkan dengan negara.

Ketika saya melanjutkan membaca fakta yang terjadi diberbagai belahan dunia ini saya semakin 'terperanjat' bagaimana kapitalisme bisa mengubah tatanan dunia ini, bagaimana pengaruhnya dalam tatanan sosial politis dan kemasyarakatan. Semua ini membuat saya hanya bisa terdiam dan bergumam "harus gimana lagi?"

Dua hari yang lalu dalam perjalanan dari Jakarta menuju Lempuyangan dengan kreta api selama 17 jam (karena Anjlok di Bumiayu) dalam perjalanan yang sangat indah menyusuri pantai utara jawa. Saya kembali melihat bahwa masalah kemiskinan masih menjadi problem besar dimasyarakat kita.

Saya kembali berfikir, ketika saya yang dalam 'masalah' mencari pekerjaan saja menghadapi persoalan 'rasis' yang luar biasa, kemudian dihadapkan dengan persoalan global yang sudah sedemikian rumit. Maka kemanakah idealisme kita akan bertahan. Bukankah yang penting saya bisa makan saat ini, dan orang bisa melakukan apa saja untuk itu.

ah...mungkin masalahnya karena kita tinggal di Indonesia. Ataukah saya yang terlalu banyak mengeluh tanpa aksi? semoga saya tidak menjadi orang yang sesat karena ilmu yang saya miliki

Yogyakarta, 3 September 2004