Wednesday, October 06, 2004

dongeng tentang jakarta I

Jakarta adalah kota impian dan harapan, konon ini yang menyebabkan banyak orang nekad datang kekota ini dengan segala keterbatasan yang dibawanya, Aku pengen mendongeng sedikit tentang kota yang oleh sebagian orang dipandang
tidak ramah.

Kesempatan pertamaku kenal Jakarta ialah saat KP di Kanpus BRI, itu di Sudirman salah satu CBD (Center Business District) di Jakarta disamping Kuningan dan (lupa pokoknya segitiga emas gitu). Bayangan biaya hidup yang
tinggi sedikit banyak terhapus saat mulai makan di Benhil (bendungan hilir) dan bbrp lokasi di belakang Sudirman,

Gengsi dan prestige bisa bekerja ditempat yang 'keren' harus dibayar juga dengan biaya kost dkk yang rata-rata berkisar >400rb dan makanan layak sekitar 7000an walau bisa lah dapet Mie Ayam 4000an. Waktu itu aku mengkalkulasi hampir 1 juta perbulan untuk biaya hidup (400 kost + 600 makan)

Saat ini aku tinggal di Sunter, konon termasuk salah satu wilayah paling keras di Jakarta, entah apakah karena wilayah industri, lokasinya di Tanjung Priok, rawan banjir dan kriminal, atau karena Penjaringan sering masuk tayangan kriminal siang di televisi.

Tapi kenyataan yang terjadi tidak semenakutkan bayangan sebelumnya, di Sunter yang kebetulan kawasan industri manufactur ini, menemukan menu sarapan pagi nasi kuning + telor + tahu cuman 2000-3000 rupiah adalah hal biasa. Bandingkan dengan di Jogja yang kalau sudah di Jakal bisa >3000. Makan siang 4000-5000an juga mudah ditemui di banyak tempat. dan kost 150.000-200.000 juga adalah hal biasa, walau dengan konsekuensi nyamuk+banjir, (tapi di astra, thanks karena mereka nyogok pintu air
sehingga banjir bisa dialihkan). So bener2 harga bisa kita tekan. Bayangkan mungkin ini hanya salah satu dari sedikit lokasi di Jakarta, dimana ojek sepeda masih efektif berjalan.

Maksud tulisan saya apa, benarlah kalau ada rekan saya di Jogja yang berasumsi bahwa standar living kost di Jakarta at least 3 x dari YK. tapi bukan berarti kita ga' bisa survive dengan gaji yang ga jauh beda dibandingkan gaji di YK. Dan untuk masalah uang, kita tidak akan pernah cukup, semakin tinggi penghasilan kita konon kebutuhan kita akan semakin
besar, jadi ini adalah art untuk saving, art untuk menghemat.

Anjar Priandoyo
~Teringat ilustrasi dari mas Endro Ikomp 89, yang mengutip kisah seorang sopir bajaj yang penghasilannya 45.000 dan menyimpan 40.000 itu tabungan. Kini sopir bajaj tersebut memiliki 30 bajaj dan 1 mercedes dirumahnya~
:::masalahnya bukan bagaimana mencari uang, tapi bagaimana menyimpannya:::

No comments: